BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Semakin
berkembangnya perekonomian suatu negara semakin banyak pula kebutuhan
masyarakat. Perdagangan merupakan dasar kehidupan perekonomian bagi suatu
negara. Perdagangan dunia merupakan suatu
istilah hubungan internasional yang menunjukkan kerja sama antar beberapa
negara. Sebagian besar organisasi internasional bersifat multilateral yang
mengambarkan tentang luasnya keanggotaan dan wilayah cakupan kerjanya.
Seiring
berkembangnya zaman, dunia perdagangan internasional telah mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Negara sebagai salah satu aktor utama dalam perdagangan
internasional telah berusaha menyepakati sebuah mekanisme atau aturan agar
kegiatan perdagangan ini dapat lancar dan efektif berjalan. Kegiatan
perdagangan ini dilakukan oleh setiap negara secara global, maka tercetus
sebuah ide untuk membentuk sebuah aturan dalam mengatur bidang perdagangan
internasional yang berlaku secara global. Salah satu aturan yang diterapkan
adalah sistem free trade atau
perdagangan bebas. Perdagangan bebas yang berbasis liberalisme ini berpendapat
bahwa perdagangan internasional akan bekerja lebih efektif dan menguntungkan
melalui pengurangan hingga penghilangan hambatan-hambatan berupa tarif dan non
tarif. Pemikiran ini disetujui oleh negara-negara pada saat itu dan dituangkan
dalam General Agreement on Tariffs and
Trade (GATT) pada tahun 1947. GATT merupakan sebuah instrumen hukum
sekaligus sebuah lembaga semu dalam mengatur perdagangan internasional dengan
tujuan menghilangkan hambatan-hambatan dalam perdagangan internasional. Hingga
pada tahun 1994 akhirnya terbentuk sebuah organisasi nyata dalam perdagangan
internasional yang dinamakan World Trade
Organization (WTO).
Saat ini banyak organisasi-organisasi
perdagangan dunia yang muncul seperti IMF, APEC, AFTA, dan Kelompok 77 yang
menaungi perdagangan dan perekonomian negara-negara di dunia. Indonesia juga
bergabung dalam organisasi perdagangan tersebut. Untuk itu, kita sebagai warga
Negara sebaiknya mengetahui apa itu IMF, APEC, AFTA, dan Keompok 77.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa
sajakah organisasi perdagangan yang ada di dunia?
2.
Apakah
pengertian World Trade Organization (WTO) ?
3.
Apakah
pengertian Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) ?
4.
Apakah
pengertian Asean Free Trade Area (AFTA) ?
5.
Apakah
pengertian International Monetary Fund (IMF) ?
6.
Apakah
pengertian didirikannya Kelompok 77?
1.3 Tujuan
Penulisan
1.
Mengetahui
apa saja organisasi perdagangan yang ada di dunia.
2.
Untuk
mengetahui pengertian World Trade Organization (WTO).
3.
Untuk
mengetahui pengertian organisasi Asia-Pasific Cooperation (APEC).
4.
Untuk
mengetahui pengertian organisasi Asean Free Trade Area (AFTA).
5.
Untuk
mengetahui pengertian organisasi International Monetary Fund (IMF).
6.
Untuk
mengetahui pengertian organisasi Kelompok 77.
1.4 Manfaat
Penulisan
Makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk mengetahui
apa saja organisasi perdagangan yang ada di dunia, dan apa tujuan didirikan
organisasi tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Organisasi Perdagangan Dunia
Perdagangan internasional adalah
perdagangan yang dilakukan suatu negara dengan negara lain atas dasar saling
percaya dan saling menguntungkan. Perdagangan internasional tidak hanya
dilakukan oleh negara maju saja, namun juga negara berkembang.
Menurut Sadono Sukirno, manfaat
perdagangan internasional adalah memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi
di negeri sendiri. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil
produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi
geografi, iklim, tingkat penguasaan IPTEK dan lain-lain. Dengan adanya
perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak
diproduksi sendiri.
Dari pengertian diatas seharusnya semua negara terbuka terhadap perdagangan
internasional tetapi kenyataanya tidak. Masih ada beberapa negara terkadang
membatasi perdagangan internasional untuk melindungi para produsen yang tidak
sanggup bersaing dalam perdagangan internasional agar tidak bangkrut yang dapat
menyebabkan tingkat pengangguran di negara tersebut meningkat dan juga
terhambatnya perdagangan internasional disebabkan oleh faktor lainnya.
Saat ini banyak organisasi dunia yang
mengatur dan menaungi perdagangan dan perekonomian dalam lingkup dunia.
Organisasi tersebut antara lain:
1.
World
Trade Organization (WTO)
2.
Asia-Pasific
Cooperation (APEC)
3.
Asean
Free Trade Area (AFTA)
4.
International
Monetary Fund (IMF)
5.
Kelompok
77
Organisasi-organisasi ini memiliki manfaat dan
fungsi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Namun pada dasarnya memiliki
tujuan untuk mengurangi masalah perekonomian negara-negara yang bergabung dalam
organisasi tersebut.
2.2 World Trade Organization
(WTO)
World Trade Organization (WTO) atau Organisasi
Perdagangan Dunia merupakan satu-satunya badan internasional yang secara khusus mengatur masalah
perdagangan antar negara. Sistem perdagangan multilateral WTO diatur melalui
suatu persetujuan yang berisi aturan-aturan dasar perdagangan internasional
sebagai hasil peruhndingan yang telah ditandatangani oleh negara-negara
anggota. Persetujuan tersebut merupakan kontrak antar negara-anggota yang
mengikat pemerintah untuk mematuhinya dalam pelaksanaan kebijakan
perdagangannya. Walaupun ditandatangani oleh pemerintah, tujuan utamanya adalah
untuk membantu para produsen barang dan jasa, eksportir dan importer dalam
kegiatan perdagangan. Indonesia merupakan salah satu negara pendiri WTO dan
telah meratifikasi Persetujuan Pembentukan WTO melalui UU NO. 7/1994.
WTO
secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995 tetapi sistem perdagangan itu
sendiri telah ada setengah abad yang lalu. Sejak tahun 1948, General
Agreement on Tariffs and Trade (GATT) - Persetujuan Umum mengenai Tarif dan
Perdagangan telah membuat aturan-aturan untuk sistem ini. Sejak tahun
1948-1994 sistem GATT memuat peraturan-peraturan mengenai perdagangan dunia dan
menghasilkan pertumbuhan perdagangan internasional tertinggi. Pada awalnya GATT
ditujukan untuk membentuk International Trade Organization (ITO), suatu
badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem Bretton Woods (IMF dan bank
Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui dalam UN Conference on Trade
and Development di Havana pada bulan Maret 1948, proses ratifikasi oleh
lembaga-lembaga legislatif negara tidak berjalan lancar. Tantangan paling
serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai pencetus, AS
tidak meratifikasi Piagam Havana sehingga ITO secara efektif tidak dapat
dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT tetap merupakan instrument multilateral
yang mengatur perdagangan internasional.Hampir setengah abad teks legal GATT
masih tetap sama sebagaimana pada tahun 1948 dengan beberapa penambahan
diantaranya bentuk persetujuan “plurilateral” (disepakati oleh beberapa negara
saja) dan upaya-upaya pengurangan tariff. Masalah-masalah perdagangan
diselesaikan melalui serangkaian perundingan multilateral yang dikenal dengan
nama “Putaran Perdagangan” (trade round), sebagai upaya untuk mendorong
liberalisasi perdagangan internasional.
Sebagai suatu
organisasi internasional yang memegang peran penting dalam mengatur
masalah-masalah perdagangan dunia WTO didirikan dengan maksud untuk menciptakan
kesejahteraan negara-negara anggota melalui perdagangan internasional yang
lebih bebas. Hal tersebut diharapkan dapat dicapai melalui serangkaian aturan-aturan
yang disepakati dalam perdagangan multilateral yang adil dan transparan serta
menjaga keseimbangan kepentingan semua negara anggota baik negara maju maupun
negara berkembang termasuk negara-negara Least Developing Countries (CDCs).
Tujuan untuk mencapai kesejahteraan bersama tersebut dituangkan lebih lanjut
dalam undang-undang pendirian WTO (Agreement Esthablishing The WTO) yang
isi menegaskan secara spesifik tujuan, fungsi dan struktur kelembagaan WTO.
WTO merupakan
subjek hukum dan status tersebut wajib diakui oleh negara-negara anggotanya,
dengan memperoleh status tersebut maka diharapkan WTO dapat melakukan porsinya
sesuai dengan amanat dalam perjanjian WTO agar fungsi WTO secara independen,
maka kepada WTO baik secara organisasi maupun pejabat-pejabatnya serta
perwakilan-perwakilan negara anggota memperoleh hak istimewa dan kekebalan yang
wajib diakui oleh negara-negara anggotanya.
Peran WTO
sebagai suatu organisasi yang bersifat permanen akan lebih kuat daripada GATT,
ini setidak-tidaknya tercermin dari struktur organisasi yang melibatkan negara
anggotanya sampai tingkat menteri. Secara garis besar peranan WTO dapat
digambarkan sebagai berikut:
1.
Mengadministrasikan berbagai persetujuan
yang dihasilkan putaran uruguay di
bidang barang dan jasa baik multilateral maupun plurilateral, serta mengawasi
pelaksanaan komitmen akses pasar di bidang tarif maupun non-tarif.
2. Mengawasi praktek-praktek perdagangan
internasional dengan secara regular meninjau
kebijaksanaan perdagangan negara anggotanya dan melalui prosedur notifikasi.
3. Forum dalam menyelesaikan
sengketa dan penyediaan mekanisme konsiliasi guna mengatasi sengketa
perdagangan yang timbul.
4. Menyediakan bantuan teknis yang
diperlukan sebagian anggotanya, termasuk bagi negara-negara sedang berkembang
dalam melaksanakkan dalam hasil putaran Uruguay.
5. Sebagai forum bagi negara
anggotanya untuk terus menerus melakukan perundingan pertukaran profesi di bidang
perdagangan guna mengurangi hambatna-hambatan perdagangan dunia.
2.3 Asia Pacifik Economic Cooperation (APEC)
APEC
adalah singkatan dari Asia-Pacific Economic Cooperation atau Kerja Sama Ekonomi
Asia Pasifik. APEC didirikan pada tahun 1989. APEC bertujuan mengukuhkan
pertumbuhan ekonomi dan mempererat komunitas negara-negara di Asia Pasifik.
Dengan kata lain APEC adalah forum utama untuk memfasilitasi pertumbuhan
ekonomi, kerjasama, perdagangan dan investasi di kawasan Asia-Pasifik. APEC adalah
satu-satunya forum antar kelompok di dunia yang beroperasi atas dasar komitmen
yang tidak mengikat, dialog terbuka dan saling menghormati pandangan dari semua
peserta, tidak seperti WTO atau badan-badan perdagangan multilateral lainnya. APEC
tidak memiliki kewajiban perjanjian yang diperlukan dari peserta. Keputusan
yang dibuat dalam APEC dicapai dengan konsensus dan komitmen yang dilakukan
secara sukarela. APEC memiliki 21 anggota disebut sebagai “Member Ekonomi” yang
menyumbang sekitar 40,5% 1 dari populasi dunia, sekitar 54,2% 1 dari GDP dunia
dan sekitar 43,7% 2 dari perdagangan dunia.
Konferensi
negara-negara kawasan Asia Pasifik yang dilaksanakan atas prakarsa Australia
pada bulan November 1989 di Canberra merupakan forum antar pemerintah yang
kemudian dikenal dengan nama “Asia Pacific Ekonomic Cooperation” atau disingkat
APEC. Latar belakang berdirinya APEC ditandai dengan kebutuhan pembangunan
ekonomi regional akibat globalisasi sistem perdagangan, dan adanya perubahan
berbagai situasi politik dan ekonomi dunia sejak pertengahan tahun 1980-an.
Kemajuan teknologi di bidang transportasi dan telekomunikasi semakin mendorong
percepatan perdagangan global yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan
yang cepat pada pasar uang, arus modal, dan meningkatnya kompetisi untuk
memperoleh modal, tenaga kerja terampil, bahan baku, maupun pasar secara
global. Globalisasi perdagangan ini mendorong meningkatnya kerja sama ekonomi
di antara negara-negara sekawasan seperti Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) yang
menerapkan sistem pasar tunggal untuk Eropa.; North American Free Trade Area
(NAFTA) di kawasan Amerika Utara; ASEAN Free Trade Area (AFTA) di kawasan Asia
Tenggara; dan Closer Economic Relations (CER) yang merupakan kerja sama ekonomi
antara Australia dan Selandia Baru. Perubahan-perubahan yang terjadi pada
dekade 80-an juga ditandai oleh berakhirnya perang dingin antara Amerika
Serikat dan Uni Soviet dan diikuti dengan berkurangnya persaingan persenjataan.
Forum-forum internasional yang seringkali didominasi dengan pembahasan masalah
pertahanan dan keamanan, mulai digantikan dengan pembahasan masalah-masalah
ekonomi dan perdagangan. Sejalan dengan perubahan tersebut, timbul pemikiran
untuk mengalihkan dana yang semula digunakan untuk perlombaan senjata ke arah
kegiatan yang dapat menunjang kerja sama ekonomi antar negara. Kerja sama APEC
dibentuk dengan pemikiran bahwa dinamika perkembangan Asia Pasifik menjadi
semakin kompleks dan diantaranya diwarnai oleh perubahan besar pada pola
perdagangan dan investasi, arus keuangan dan teknologi, serta perbedaan
keunggulan komparatif, sehingga diperlukan konsultasi dan kerja sama intraregional.
Anggota ekonomi APEC memiliki keragaman wilayah, kekayaan alam serta tingkat
pembangunan ekonomi, sehingga pada tahun-tahun pertama, kegiatan APEC
difokuskan secara luas pada pertukaran pandangan (exchange of views) dan pelaksanaan
proyek-proyek yang didasarkan pada inisiatif dan kesepakatan para anggotanya.
APEC
didirikan untuk lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran untuk
wilayah dan untuk memperkuat komunitas Asia-Pasifik. Sejak awal, APEC telah
bekerja untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lain di wilayah
Asia-Pasifik, menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan meningkatkan
ekspor. Kunci untuk mencapai visi APEC adalah apa yang disebut sebagai ‘Tujuan
Bogor’ yang bebas dan terbuka membantu perdagangan dan investasi di kawasan
Asia-Pasifik pada tahun 2010 untuk ekonomi industri hingga 2020 untuk
mengembangkan ekonomi. Tujuan ini diadopsi tahun 1994 oleh para pemimpin pada
pertemuan di Bogor, Indonesia. Bebas dan terbuka membantu perdagangan dan investasi
ekonomi untuk tumbuh, menciptakan lapangan kerja dan memberikan kesempatan yang
lebih besar untuk perdagangan internasional dan investasi. Sebaliknya, proteksi
harga tetap tinggi dan mendorong inefisiensi dalam industri-industri tertentu. Perdagangan
bebas dan terbuka membantu menurunkan biaya produksi dan dengan demikian
mengurangi harga barang dan jasa. APEC juga bekerja untuk menciptakan lingkungan
yang aman dan efisien bagi pergerakan barang, jasa dan orang di seluruh wilayah
perbatasan melalui kebijakan ekonomi dan kesejajaran serta kerjasama teknis.
Pada
Konferensi Tingkat Menteri (KTM) I APEC di Canberra tahun 1989, telah
disepakati bahwa APEC merupakan forum konsultasi yang longgar tanpa memberikan
“Mandatory Consequences” kepada para anggota-nya. Dari kesepakatan yang
diperoleh dalam pertemuan tersebut dapat disimpulkan bahwa APEC memiliki dua
tujuan utama:
1.
Mengupayakan
terciptanya liberalisasi perdagangan dunia melalui pembentukan sistem
perdagangan multilateral yang sesuai dengan kerangka GATT dalam rangka
memajukan proses kerja sama ekonomi Asia-Pasifik dan penyelesaian yang positif
atas perundingan Putaran Uruguay.
2.
Membangun kerja sama praktis dalam
program-program kerja yang difokuskan pada kegiatan-kegiatan yang menyangkut
penyelenggaraan kajian-kajian ekonomi, liberalisasi perdagangan, investasi,
alih teknologi, dan pengembangan sumber daya manusia.
Sesuai kepentingannya, APEC telah
mengembangkan suatu forum yang lebih besar substansinya dengan tujuan yang
lebih tinggi, yaitu membangun masyarakat Asia-Pasifik dengan pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan yang merata melalui kerja sama perdagangan dan ekonomi.
Pada pertemuan informal yang pertama para pemimpin APEC di Blake Island,
Seattle, Amerika Serikat tahun 1993, ditetapkan suatu visi mengenai masyarakat
ekonomi Asia-Pasifik yang didasarkan pada semangat keterbukaan dan kemitraan,
usaha kerja sama untuk menyelesaikan tantangan-tantangan dari
perubahan-perubahan, pertukaran barang, jasa, investasi secara bebas,
pertumbuhan ekonomi dan standar hidup serta pendidikan yang lebih baik, serta
pertumbuhan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
KTT
APEC diadakan setiap tahun di negara-negara anggota. Pertemuan pertama
organisasi APEC diadakan di Canberra, Australia pada tahun 1989. APEC
menghasilkan “Deklarasi Bogor” pada KTT 1994 di Bogor yang bertujuan untuk
menurunkan bea cuka hingga 0 dan 5 % di lingkungan Asia-Pasifik untuk negara
maju paling lambat tahun 2010 dan untuk negara berkembang selambat-lambatnya
tahun 2020.
Pada
bulan Agustus 2005, Departemen Luar Negeri (Deplu) bekerja sama dengan CSIS
mengadakan workshop dengan tema “APEC dan Indonesia di Persimpangan Jalan”.
Workshop ini dihadiri kalangan swasta, akademisi, LSM, dan pemerintah, dan dibagi
menjadi dua sesi. Sesi Pertama membahas tema ”Mid-Term Stocktake: Kemajuan dan
Tantangan dalam Bidang Liberalisasi dan Fasilitasi Menuju Bogor Goals”. Fokus
sesi ini adalah mengidentifikasi sejauh mana liberalisasi perdagangan dan
investasi dalam forum APEC telah dicapai. Berbagai hambatan pada bidang-bidang
yang belum mencapai kemajuan juga dibahas dalam sesi ini.
Tema Sesi Kedua adalah “APEC dan Indonesia: Relevansi APEC dalam membahas “Isu-Isu di luar Isu-Isu Ekonomi”. Sesi ini membahas prioritas jangka panjang Indonesia di APEC dan relevansi APEC sebagai forum untuk membahas isu-isu non-ekonomi, seperti isu sosial dan keamanan. Menteri Luar Negeri Indonesia menekankan bahwa sebagai salah satu pendiri kerjasama ini, Indonesia memainkan peran yang sangat menentukan untuk merumuskan visi APEC dan telah berperan aktif dalam mencetuskan Bogor Goals, yaitu mewujudkan kawasan perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka tahun 2010 untuk ekonomi maju serta 2020 untuk ekonomi berkembang. Menteri Perdagangan dalam sambutannya, menekankan bahwa APEC merupakan forum kerjasama yang penting bagi Indonesia. APEC dapat bermanfaat bagi Indonesia khususnya dalam hal peningkatan fasilitas perdagangan dan investasi serta Economic and Technical Cooperation (ECOTECH). Menteri Perdagangan menggarisbawahi bahwa kerjasama APEC tetap relevan mengingat anggotanya dapat mendiskusikan isu-isu perdagangan dan investasi tanpa harus bernegosiasi, suatu hal yang tidak dapat dilakukan di World Trade Organization (WTO).
Tema Sesi Kedua adalah “APEC dan Indonesia: Relevansi APEC dalam membahas “Isu-Isu di luar Isu-Isu Ekonomi”. Sesi ini membahas prioritas jangka panjang Indonesia di APEC dan relevansi APEC sebagai forum untuk membahas isu-isu non-ekonomi, seperti isu sosial dan keamanan. Menteri Luar Negeri Indonesia menekankan bahwa sebagai salah satu pendiri kerjasama ini, Indonesia memainkan peran yang sangat menentukan untuk merumuskan visi APEC dan telah berperan aktif dalam mencetuskan Bogor Goals, yaitu mewujudkan kawasan perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka tahun 2010 untuk ekonomi maju serta 2020 untuk ekonomi berkembang. Menteri Perdagangan dalam sambutannya, menekankan bahwa APEC merupakan forum kerjasama yang penting bagi Indonesia. APEC dapat bermanfaat bagi Indonesia khususnya dalam hal peningkatan fasilitas perdagangan dan investasi serta Economic and Technical Cooperation (ECOTECH). Menteri Perdagangan menggarisbawahi bahwa kerjasama APEC tetap relevan mengingat anggotanya dapat mendiskusikan isu-isu perdagangan dan investasi tanpa harus bernegosiasi, suatu hal yang tidak dapat dilakukan di World Trade Organization (WTO).
2.4
Asean Free Trade Area (AFTA)
ASEAN
Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN
untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya
saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis
produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA
dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura
tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan akan dicapai dalam waktu 15 tahun
(1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat
lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN
Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA
melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan
kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang
terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea
masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia,
Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan
Vietnam pada tahun 2015.
Di dalam pembentukannya, APEC memiliki
tujuan-tujuan yang ingin dicapai.APEC juga memiliki manfaat bagi Indonesia akan
tetapi juga memiliki tantangan. Penjabarannya adalah sebagai berikut:
a.
Tujuan APEC
·
menjadikan
kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk ASEAN
memiliki daya saing kuat di pasar global.
·
menarik
lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI).
·
meningkatkan
perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).
b.
Manfaat
Bagi Indonesia
·
Peluang
pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia dengan penduduk sebesar
± 500 juta dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam.
·
Biaya
produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang
sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota
ASEAN lainnya dan termasuk biaya pemasaran.
·
Pilihan
konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak
dengan tingkat harga dan mutu tertentu.
·
Kerjasama
dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis
di negara anggota ASEAN lainnya.
c.
Tantangan
APEC Bagi Indonesia
Pengusaha/produsen Indonesia
dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam menjalankan bisnis
secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal
dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik
maupun pasar negara anggota ASEAN lainnya.
AFTA
sendiri memiliki jangka waktu realisasi. KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8 Oktober
2003 di Bali, dimana enam negara anggota ASEAN Original Signatories of CEPT
AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura dan
Thailand, sepakat untuk mencapai target bea masuk dengan tingkat tarif 0%
minimal 60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003, bea masuk dengan tingkat tarif
0% minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007, dan pada tahun 2010 seluruh
tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah 100% untuk anggota ASEAN
yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun 2008 untuk Laos dan Myanmar
dan tahun 2010 untuk Cambodja. Berikut adalah target dari AFTA yaitu:
- Tahun 2000 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
- Tahun 2001 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL).
- Tahun 2002 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas.
- Tahun 2003 : Menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas.
Untuk ASEAN-4
(Vietnam, Laos, Myanmar dan Cambodja) realisasi AFTA dilakukan berbeda yaitu :
·
Vietnam
tahun 2006 (masuk ASEAN tanggal 28 Juli 1995).
·
Laos
dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997).
·
Cambodja
tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April 1999).
2.5 International Monetary Fund (IMF)
Dana Moneter Internasional atau
International Monetary Fund (IMF) adalah organisasi internasional yang
bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan
pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan
neraca keuangan masing-masing negara. Salah satu misinya adalah membantu
negara-negara yang mengalami kesulitan ekonomi yang serius, dan sebagai
imbalannya, negara tersebut diwajibkan melakukan kebijakan-kebijakan tertentu,
misalnya privatisasi badan usaha milik negara.
Dari negara-negara anggota PBB, yang tidak menjadi anggota IMF adalah Korea Utara, Kuba, Liechtenstein, Andorra, Monako, Tuvalu dan Nauru.
Dari negara-negara anggota PBB, yang tidak menjadi anggota IMF adalah Korea Utara, Kuba, Liechtenstein, Andorra, Monako, Tuvalu dan Nauru.
Lembaga ini berawal ketika PBB
mensponsori Konferensi Keuangan dan Moneter di Bretton Woods, New Hampshire,
Amerika Serikat pada tanggal 22 Juli, 1944. Artikel tentang Perjanjian IMF
berlaku mulai 27 Desember 1945, dan organisasi IMF terbentuk pada bulan Mei
1946, sebagai bagian dari rencana rekonstruksi pasca Perang Dunia II dan
memulai operasi finansial pada 1 Maret 1947.
Lembaga ini, bersama Bank untuk Penyelesaian Internasional dan Bank Dunia, sering pula disebut sebagai institusi Bretton Woods. Ketiga institusi ini menentukan kebijakan moneter yang diikuti oleh hampir semua negara-negara yang memiliki ekonomi pasar. Sebuah negara yang menginginkan pinjaman dari IMF, keistimewaan BIS serta pinjaman pembangunan Bank Dunia, harus menyetujui syarat-syarat yang ditentukan oleh ketiga institusi ini.
Lembaga ini, bersama Bank untuk Penyelesaian Internasional dan Bank Dunia, sering pula disebut sebagai institusi Bretton Woods. Ketiga institusi ini menentukan kebijakan moneter yang diikuti oleh hampir semua negara-negara yang memiliki ekonomi pasar. Sebuah negara yang menginginkan pinjaman dari IMF, keistimewaan BIS serta pinjaman pembangunan Bank Dunia, harus menyetujui syarat-syarat yang ditentukan oleh ketiga institusi ini.
IMF adalah lembaga pemberi pinjaman
terbesar kepada Indonesia. Lembaga internasional ini beranggotakan 182 negara.
Kantor pusatnya terletak di Washington. Misi lembaga ini adalah mengupayakan
stabilitas keuangan dan ekonomi melalui pemberian pinjaman sebagai bantuan
keuangan temporer, guna meringankan penyesuaian neraca pembayaran. Sebuah
negara akan meminta dana kepada IMF ketika sedang dilanda kiris ekonomi.
Pinjaman tersebut terkait erat dengan berbagai persyaratan, yang disebut
kondisionalitas. Mata uang IMF adalah SDR — Special Drawing Rights. Mulai 20
Agustus 1998, 1 SDR = US$ 1,33.
IMF dijuluki ‘organisasi
internasional paling berkuasa di abad 20, yang sangat besar pengaruhnya bagi
kesejahteraan sebagian besar penduduk bumi’. Ada pula yang mengolok-olok IMF
sebagai singkatan dari ‘institute of misery and famine’ (lembaga kesengsaraan
dan kelaparan). Sebagaimana halnya Bank Dunia, lembaga ini dibentuk sebagai
hasil kesepakatan Bretton Woods setelah Perang Dunia II. Menurut pencetusnya,
Keynes dan Dexter White, tujuannya adalah menciptakan lembaga demokratis yang
menggantikan kekuasaan para bankir dan pemilik modal internasional yang
bertanggung jawab terhadap resesi ekonomi pada dekade 1930-an. Akan tetapi
peran itu sekarang berbalik 180 derajat, setelah IMF dan Bank Dunia menerapkan
model ekonomi neo-liberal yang menguntungkan para pemberi pinjaman, bankir
swasta dan investor internasional. Lembaga keuangan tersebut dikecam sebagai
tak lebih dari perpanjangan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Ada beberapa macam pinjaman di dalam Monetary Fund (IMF),
yaitu:
1.
SBA (standby arrangements) yaitu
pinjaman jangka pendek 1-2 tahun.
2.
EFF (extended fund facility) yaitu pinjaman
jangka menengah 3 tahun dengan peninjauan sasaran setiap tahun.
3.
SAF (structural adjustment facility)
yaitu pinjaman jangka menengah dengan konsesi tertentu selama tiga tahun bagi
negara-negara yang berpendapatan rendah.
4.
ESAF (enhanced structural adjustment
fund) yaitu mirip SAF, tapi berbeda cakupan dan rentang persyaratannya.
Amerika Serikat mengontrol pembuatan
keputusan di IMF melalui hak votingnya, sesuai dengan besarnya hak suara yang
dimiliki yakni 17.81%. Angka tersebut cukup memberinya hak untuk memveto
kebijakan IMF. Selain Amerika Serikat, tidak ada negara yang mempunyai lebih
dari 6% hak suara dan mayoritas negara anggota mempunyai kurang dari 1%.
Pinjaman IMF dianggap sebagai sesuatu yang ‘keramat’ yang tidak bisa dilalaikan
oleh suatu negara.
Kesepakatan
terbaru antara Pemerintah Indonesia dan IMF
pada 4 Februari 2000, IMF menyetujui pemberian pinjaman jenis EFF berjangka
waktu tiga tahun sebesar SDR 3,638 milyar (sekitar US$5 milyar) untuk mendukung
program reformasi ekonomi dan struktural Indonesia. Dari jumlah tersebut, SDR
260 juta (sekitar US$49 juta) diberikan pada hari itu juga dan sisanya akan
diberikan setelah dilakukan peninjauan kinerja sasaran dan program pada periode
berikutnya.
2.6 KELOMPOK 77
Kelompok 77 (G-77) dibentuk pada tanggal 15 Juni 1964 melalui pengesahan Joint
Declaration dari 77 anggota negara berkembang pada saat berlangsungnya
sidang Sesi Pertama United Nations Conference on Trade and Development
(UNCTAD) di Jenewa. Sampai saat ini, Kelompok 77 dan China telah beranggotakan
133 negara. G-77 saat ini juga memiliki Chapter di 6 kota dunia, yaitu di Jenewa, Paris, Roma, Nairobi, New York, dan Wina.
Kelompok 77 dan China
pada dasarnya merupakan forum yang bertujuan mendorong kerja sama
internasional di bidang pembangunan, khususnya bagi negara-negara berkembang.
Pada perkembangannya, kegiatan Kelompok 77 dan China ditujukan
tidak saja untuk memberikan dorongan dan arah baru bagi pelaksanaan kerja sama
Utara-Selatan di berbagai bidang pembangunan internasional, tetapi juga
dimaksudkan untuk memperluas kerja sama dalam memantapkan hubungan yang saling
menguntungkan dan saling mengisi antara sesama negara berkembang melalui kerja sama Selatan-Selatan.
Kelompok 77 dan China memiliki kegiatan-kegiatan penting dalam kerangka PBB, terutama untuk merundingkan berbagai isu dan keputusan/resolusi yang akan
dijadikan pedoman dalam pelaksanaan kegiatan PBB. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain adalah tindak lanjut pelaksanaan Program Aksi KTT Pembangunan Sosial di Kopenhagen,
KTT Wanita di Beijing, Sidang Khusus SMU PBB mengenai
obat-obat terlarang, modalitas penyelenggaraan Konferensi Internasional mengenai Pendanaan untuk Pembangunan, Pengkajian Tiga
Tahunan Kegiatan Operasional PBB untuk Pembangunan, Pelaksanaan Dialog di SMU
PBB mengenai Globalisasi, Pertemuan Interim Development Committee
IMF/Bank Dunia, ECOSOC, dan usulan reformasi PBB di bidang ekonomi dan sosial.
Bagi Indonesia, kerja
sama dalam wadah Kelompok 77 dan China merupakan sarana yang baik untuk
penguatan Kerja Sama Selatan-Selatan, antara lain melalui Perez-Guererro
Fund. Kelompok 77 dan China juga telah memberikan dukungan bagi Indonesia
dalam bentuk pendekatan dari 133 negara berkembang anggota Kelompok 77 dan
China untuk kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia di PBB. Salah satu
contohnya adalah ketika Indonesia menjabat sebagai anggota tidak tetap Dewan
Keamanan PBB, serta dalam kebijakan lainnya di PBB.
Pada tanggal 26 September 2013, Pertemuan tingkat Menteri
Kelompok 77 dan China diselenggarakan di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB
ke-68 tahun 2013 di New York, AS. Kelompok 77 dan China menaruh perhatian pada
isu-isu yang tengah berkembang, seperti pembangunan berkelanjutan, krisis ekonomi, tata
kelola ekonomi dunia, ketahanan pangan dan energi, kedaulatan terhadap sumber
daya alam, pembiayaan pembangunan, dan penanganan dampak perubahan iklim. Dalam
isu perubahan iklim, kelompok ini diharapkan dapat memiliki kesatuan
posisi dan dapat mendorong komitmen kedua Protokol Kyoto dapat diterapkan
secara efektif.
Pada Pertemuan tingkat Menteri Kelompok 77 dan China,
Indonesia menyampaikan pentingnya implementasi dari mandat Rio+20. Mandat ini mencakup perlunya
koherensi OWG SDGs dengan upaya merumuskan agenda pembangunan pasca-2015. Pendirian High Level
Political Forum untuk pembangunan berkelanjutan perlu diarahkan dalam
konteks penguatan dan reformasi kelembagaan oleh UN development arm, khususnya
ECOSOC, dan perlunya kepastian efektivitas dari strategi mobilisasi pembiayaan
bagi pembangunan berkelanjutan yang akan dirumuskan oleh inter-governmental
group of experts on sustainable financing strategy. Indonesia juga
menegaskan perlunya menyepakati roadmap pembahasan perubahan iklim yang
secara hukum bersifat mengikat bagi seluruh negara anggota setelah tahun 2020. Di samping sesi
diskusi, pertemuan tingkat Menteri Kelompok 77 dan China juga telah menerima
Kiribati sebagai anggota ke-133.
Pertemuan
tingkat Menteri Kelompok 77 dan China menghasilkan Deklarasi
Menteri Kelompok 77 dan China. Deklarasi ini mencerminkan posisi bersama atas beberapa isu post-2015
development agenda, seperti financing for development, hubungan antara
PBB dan organisasi non-PBB (G20), dan isu terkait UNCLOS. Adapun dalam pertemuan tingkat tinggi bagi Kerja Sama
Selatan-Selatan, Indonesia mengusulkan adanya suatu pertemuan rutin dari
Chapter G-77 untuk lebih memperkuat perencanaan dan pengawasan program KSS yang
dilakukan di negara anggota.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1)
Organisasi
perdagangan di dunia antara lain WTO, APEC, AFTA, IMF, Kelompok 77 .
2)
WTO
adalah badan internasional yang secara khusus mengatur masalah
perdagangan antar negara untuk
menciptakan kesejahteraan negara-negara anggota melalui perdagangan internasional
yang lebih bebas.
3)
APEC
adalah forum utama untuk memfasilitasi pertumbuhan ekonomi, kerjasama,
perdagangan dan investasi di kawasan Asia-Pasifik.
4)
AFTA
adalah wujud dari kesepakatan negara-negara ASEAN
untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya
saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis
produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
5)
IMF
adalah organisasi internasional yang
bertanggungjawab dalam mengatur sistem finansial global dan menyediakan
pinjaman kepada negara anggotanya untuk membantu masalah-masalah keseimbangan
neraca keuangan masing-masing negara.
6)
Kelompok
77 adalah forum yang bertujuan mendorong kerja sama internasional di bidang pembangunan,
khususnya bagi negara-negara berkembang.
3.2
Saran
Indonesia sebagai anggota dari negara
internasional, sebaiknya bergabung dengan organisasi-organisasi internasional
yang ada di dunia. Akan tetapi, dalam memilih organisasi tersebut harus
disesuaikan dengan pedoman hidup bangsa Indonesia. Organisasi yang dipilih
tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan
pandangan hidup berbangsa dan bernegara.
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar